Saturday, August 20, 2016

A untuk Amanda

Pengarang: Annisa Ihsani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2016
Halaman: 266
Format: e-book (beli di Scoop)

Sejak dulu, Amanda terkenal sebagai anak berotak encer. Prestasinya selalu memuaskan dan ia bahkan berhasil mendapatkan keringanan finansial di sekolah berkat riwayat akademisnya. Murid-murid lain menjulukinya "Hermione". Amanda selalu bersungguh-sungguh dalam belajar sampai-sampai tidak punya waktu untuk bersosialisasi. Buatnya, nilai yang sempurna adalah sesuatu yang wajib diraihnya.

Satu-satunya orang yang membuat Amanda masih bisa memiliki kehidupan sosial adalah Tommy, sahabat sekaligus tetangganya sejak dulu. Tommy juga berotak encer, namun ia lebih supel dan dapat menyeimbangkan waktu untuk belajar dengan bergaul.

Hidup Amanda tadinya sempurna, dengan masa depan cerah membentang di depannya. Apalagi setelah akhirnya ia berpacaran dengan Tommy, yang selalu menghadirkan momen-momen manis dalam hidupnya. Namun, sesuatu terjadi. Amanda mulai merasa kalau ia sebenarnya tidak pandai dan kemampuannya sebenarnya hanyalah keberuntungan. Ia mulai mempertanyakan banyak hal tentang dirinya dan kehilangan kepercayaan dirinya. Ia pun kemudian menjadi enggan bangkit dari tempat tidur dan beraktivitas karena tak bisa menghentikan pikiran yang berkecamuk di otaknya dan melelahkannya secara mental.

Amanda depresi.

Namun, mungkinkah seseorang yang begitu sempurna seperti Amanda merasakan depresi? Berhakkah orang seperti Amanda merasakan depresi?


?????

A untuk Amanda mengingatkan saya akan masa-masa di sekolah dasar dulu.Walau tidak sampai depresi seperti Amanda, pertanyaan "Apakah saya berhak mendapatkan ranking 1?" pernah terlintas di benak saya. Dulu, ketika SD, sekolah saya adalah sekolah kecil di mana untuk setiap angkatan hanya ada satu kelas. Tak heran, sejak kelas 1 sampai 6 teman saya itu-itu saja. Ketika saya mulai mendapatkan ranking 1 di kelas 2 dan berlanjut sampai kelas 6, karena melihat banyak teman yang belajar lebih rajin dan terlihat lebih pintar dari saya, saya pun bertanya-tanya, kenapa saya yang ranking 1? Selain itu, tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik selalu saya rasakan. Sepertinya, semua orang berharap saya bisa menyelesaikan soal apa pun yang diberikan kepada saya. Beruntung, di SMP saya bisa pindah ke sekolah yang lebih besar dan persaingannya lebih ketat sehingga tekanan untuk selalu menjadi contoh pun hilang. Saya, seperti kebanyakan murid lainnya, bersaing secara sehat untuk meraih prestasi setinggi mungkin.

Amanda menggambarkan bahwa seringkali, orang tua dan guru luput melihat masalah pada pribadi anak yang terkesan baik, lurus, dan penurut. Biasanya, orang tua hanya mempersoalkan anak yang berbuat kenakalan, hanya karena hal itu mengusik kedamaian mereka dan membuat mereka berpikir mengenai strategi untuk menghadapinya. Padahal, bisa jadi anak yang terkesan penurut itu sebenarnya adalah anak yang menyimpan masalah yang sama hanya tidak berani/ tidak bisa mengungkapkannya. 

Annisa Ihsani mengungkapkan jalan pikiran Amanda, keresahannya, dan usahanya untuk sembuh dengan baik. Begitu pula dengan reaksi dari orang-orang sekitarnya. Cukup sedih melihat betapa orang terdekat Amanda justru menyangsikan depresi Amanda dan keputusan Amanda untuk berkonsultasi dengan psikiater dianggap berlebihan, namun rasanya reaksi tersebut akan mudah ditemui. Jika kita memiliki Amanda di sekitar kita, mungkin kita pun akan menyangsikannya dan menganggap Amanda hanya sekadar cari perhatian. Padahal, penyakit mental merupakan akar dari segala penyakit lainnya. Seperti Amanda, karena depresinya, ia bahkan merasa tidak sanggup untuk bangun dan beraktivitas. Walau secara fisik ia sehat, otak yang mengatur saraf-saraf pada tubuh dan kerja tubuh; otak yang mengatur produksi hormon tubuh. 

A untuk Amanda, menurut saya, merupakan bacaan yang sangat baik untuk dibaca tidak hanya untuk kalangan remaja seperti logo lini yang tertera di sampulnya, namun juga untuk orang dewasa--para orang tua dan guru khususnya. Buku ini membantu para remaja untuk tanggap terhadap diri mereka masing-masing dan membantu para orang tua dan guru untuk lebih mengerti problema remaja, terutama terkait depresi karena studi.

2 comments:

  1. Akhirnya ada juga young adult Indonesia yang bikin tertarik buat baca karena temanya. Thanks buat reviewnya.

    ReplyDelete

What is your thought?